Oleh
Sergius Keor (150401080050)
Kelas: 2015 C
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS
KANJURUHAN MALANG
2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah Sintaksis Bahasa Indonesia yang berjudul ”Relasi
Diksi dengan Perubahan Makna Kata” tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Terima kasih yang tak terhingga
penulis sampaikan kepada bapak Ali Ismail, M.Pd selaku dosen mata kuliah
Sintaksis Bahasa Indonesia yang telah membimbing dan mempercayai saya dalam
menyelesaikan makalah ini. Serta orangtua dan teman-teman yang telah memberikan
dukungannya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi balasan atas segala bantuan
yang diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap siapaun
pihak yang turut membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya, dengan segala
kerendahan hati, saya mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah
ini. Harapan saya, semoga karya yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak, penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Malang, Mei 2016
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA
PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR
ISI...................................................................................................... ............ ii
BAB
1 PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang................................................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah........................................................................................... 1
C.
Tujuan
Masalah............................................................................................... 1
BAB 2 PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Diksi dan Makna
Kata.................................................................... 3
B.
Syarat-syarat
Ketepatan Pilihan Kata dengan Makna Kata................................. 4
C.
Kesesuaian
Kata dan Fungsi Diksi................................................................... 5
D.
Faktor
Penyebab Perubahan Makna
Kata................................................................ 6
E. Relasi Makna
Kata.......................................................................................... 10
F.
Jenis-jenis
Makna
Kata.................................................................................... 15
BAB 3 PENUTUP
A.
KESIMPULAN................................................................................................ 18
B.
SARAN........................................................................................................... 18
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................................... 19
BAB 1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sebagai mahluk sosial
dan berakal budi, kehidupan kita tidak terlepas dari aktifitas berupa interaksi
yang melibatkan komunikasi. Bahasalah yang berfungsi sebagai alat komunikasi
dan ekspresi kita. Oleh karena itu, penting bagi kita mempelajari ilmu bahasa
(linguistik) yang salah satu subnya yaitu sintaksis.
Berbicara tentang Sintaksis,
berarti kita telah mengangkat salah satu topik pembelajaran dalam tingkatan
pendidikan termasuk di perguruan tinggi yang mengkaji tentang kata, frase,
klausa, hingga kalimat. Kajian itu dibagi lagi hingga ke hal yang terkecil,
yakni Diksi dan Makna Kata yang akan dibahas dalam makalah ini.
Dasar dari makna dan
pilihan kata sendiri ialah kata yang merupakan unsur yang paling penting dalam
bahasa. Tanpa kata mungkin tidak ada bahasa; sebab itulah perwujudan bahasa.
Setiap kata
menggandung konsep makna dan memiliki peran dalam pelaksanaan bahasa. Konsep
dan peran apa yang dimiliki tergantung dari jenis atau macam kata itu, serta
penggunaannya di dalam kalimat. Untuk itu, kosa kata dan pengetahuan tentang
kata sangat dibutuhkan untuk dapat mengerti lebih mendalam mengenai makna-makna
tersurat maupun tersirat dari kata serta mampu memilih kata (diksi) dalam
menunjang kemampuan menyimak, berbahasa, membaca dan menulis.
Untuk itu, makalah
ini dibuat untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan para pembaca mengenai
makna dan pilihan kata.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
yang dimaksud dengan Diksi dan makna kata?
2.
Bagaimanakah
syarat-syarat ketepatan diksi dengan makna kata?
3.
Bagaimanakah
syarat kesesuaian kata dan apa sajakah fungsi dari pilihan kata (diksi)?
4.
Apa
sajakah faktor penyebab terjadinya perubahan makna kata?
5.
Apa
sajakah relasi makna kata?
6.
Apa
saja jenis makna kata?
C. Tujuan Masalah
1.
Mengetahui
pengertian diksi dan makna kata.
2.
Mengetahui
syarat-syarat ketepatan diksi dengan makna kata.
3.
Mengetahui
syarat kesesuaian kata agar tidak merusak makna, suasana, dan situasi serta
mengetahui apa saja fungsi dari diksi (pilihan kata).
4.
Mengetahui
faktor terjadinya perubahan makna kata.
5.
Mengetahui
relasi makna kata.
6.
Mengetahui
jenis – jenis makna kata.
BAB 2
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian Diksi dan Makna Kata
Diksi merupakan
ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan kata ini dipengaruhi oleh
kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami,
menguasai, dan menggunakan sejumlah kosa kata secara aktif yang dapat
mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu mengomunikasikannya secara
efektif kepada pembaca atau pendengarnya. Indikator ketepatan ini antara lain:
v
Mengkomunikasikan
gagasan berdasarkan pilihan kata yang tepat berdasarkan kaidah bahasa Indonesia
v
Menghasilkan
komunikasi puncak (yang paling efektif) tanpa salah penafsiran atau salah makna
v
Menghasilkan
respon pembaca atau pendengar sesuai dengan harapan penulis atau pembicara, dan
v
Menghasilkan
target komunikasi yang diharapkan.
(Widjono, 2007: 98)
Sedangkan, makna
adalah denotasi. Kadang – kadang “Makna”
itu selaras dengan “Arti” dan kadang tidak selaras. Apabila makna
sesuatu itu sama dengan arti sesuatu itu, maka makna tersebut disebut Makna
Laras (Explicit Meaning). Apabila maknanya tidak selaras dengan “Arti”, maka
sesuatu itu disebut memiliki Makna Kandungan (Implicit Meaning) atau Makna
Lazim (Necessary Meaning).
Sebagai contoh kata
“Sapi”, ia memiliki arti dan makna.
“Sapi” sudah memiliki arti sebelum kata tersebut dimasukan ke dalam
kalimat, tapi ia belum memiliki makna, karena makna hanya akan terbentuk
apabila kata itu sudah dimasukan kedalam kalimat.
Contoh Makna Laras: Gara
memukul sapi. Kalimat ini memiliki makna yang sama dengan artinya, yaitu
sapi. Pengertian yang menyeluruh tentang
sapi tersebut itulah yang disebut dengan Makna Laras (Explicit Meaning). Ketika
Gara membeli sapi, tentu yang dibeli adalah keseluruhan tubuh sapi. Oleh karena
itu, makna “Sapi” dalam kalimat tersebut adalah sama dengan arti “Sapi”,
sehingga disebut memiliki Makna Laras.
Contoh Makna
Kandungan: Gara memukul sapi. Yang dipukul oleh Gara adalah sebagian tubuh sapi
itu, oleh karena itu “Sapi” dalam kalimat tersebut tidak selaras dengan
artinya, melainkan hanya kandungan arti tersebut. Oleh karena
itu “Sapi” dalam kalimat tersebut
memiliki Makna Kandungan.
Contoh Makna Kata
Lazim: Gara Menarik sapi. Kata “Sapi” dalam kalimat tersebut adalah memiliki
Makna Lazim, karena ketika Gara menarik sapi, sebenarnya yang dipegang adalah
talinya. Dia menarik tali itu secara tidak langsung menarik tubuh sapi.
Kendatipun yang gara pegang dan dia tarik secara langsung adalah tali kendali
sapi dan bukan sapinya secara langsung, tetapi sudah lazim dikatakan bahwa hal
itu disebut menarik sapi. Itulah mengapa disebut Makna Lazim.
B. Syarat-syarat Ketepatan Pilihan
Kata dengan Makna Kata
1) Membedakan makna denotasi dan
konotasi dengan cermat, denotasi yaitu
kata yang bermakna lugas dan tidak bermakna ganda. Sedangkan konotasi dapat
menimbulkan makna yang bermacam-macam, lazim digunakan dalam pergaulan, untuk
tujuan estetika dan kesopanan,
2) Membedakan secara cermat makna
kata yang hampir bersinonim, kata yang hampir bersinonim misalnya: adalah, ialah, yaitu, merupakan, dalam
pemakaiannya berbeda-beda.
3) Membedakan makna kata dengan
cermat kata yang mirip ejaannya, misalnya: inferensi
(kesimpulan) dan interferensi
(saling mempengaruhi), sarat (penuh,
bunting) dan syarat (ketentuan),
4) Tidak menafsirkan makna kata
secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri, jika pemahaman belum dapat
dipastikan, pemakai kata harus menemukan makna yang tepat dalam kamus,
misalnya: modern sering diartikan
secara subjektif canggih menurut
kamus modern berarti terbaru atau mutakhir; canggih berarti banyak
cakap, suka mengganggu, banyak mengetahui, bergaya intelektual,
5) Menggunakan imbuhan asing (jika
diperlukan) harus memahami maknanya secara tepat, misalnya; dilegalisir seharusnya dilegalisasi, koordinir seharusnya koordinasi,
6) Menggunakan kata-kata idomatik
berdasarkan susunan (pasangan) yang benar, misalnya: sesuai bagi seharusnya sesuai
dengan,
7) Menggunakan kata umum dan kata
khusus, secara cermat. Untuk mendapatkan pemahaman yang spesifik karangan
ilmiah sebaliknya menggunakan kata khusus, misalnya: mobil (kata umum) corolla (kata
khusus, sedan buatan Toyota).
8) Menggunakan kata yang berubah
makna secara cermat, misalnya: isu
(berasal dari bahasa Inggris issue berarti
publikasi, kesudahan, perkara) isu (dalam bahasa Indonesia berarti kabar yang tidak jelas asal usulnya, kabar
angin)
9) Menggunakan dengan cermat kata
bersinonim (misalnya: pria dan laki-laki, saya dan aku); berhomofoni (misalnya: bang
dan bank, ke tahanan dan ketahanan); dan berhomografi (misalnya: apel buah, apel upacara),
10) Menggunakan kata abstrak dan kata
kongkret secara cermat, kata abstrak (konseptual, misalnya: pendidikan, wirausaha dan pengobatan modern) dan kata konkret atau
kata khusus (misalnya: mangga, sarapan, dan
berenang). (Widjono, 2007: 99)
C. Kesesuaian Kata dan Fungsi Diksi
Selain
ketepatan diksi, pengguna bahasa harus pula memperhatikan kesuaian kata agar
tidak merusak makna, suasana, dan situasi yang hendak ditimbulkan, atau suasana
yang sedang berlangsung. Kesesuaian kata
tersebut diantaranya;
1) Menggunakan ragam baku dengan
cermat dan tidak mencampuradukkan menggunakannya dengan kata tidak baku yang
hanya digunakan dalam pergaulan, misalnya: hakikat
(baku), hakekat (tidak baku), konduite (baku), kondite (tidak baku),
2) Menggunakan kata yang berhubungan
dengan nilai sosial dengan cermat, misalnya: kencing (kurang sopan), buang
air kecil (lebih sopan), pelacur (kasar)
tunasusila (lebih halus),
3) Menggunakan kata berpasangan (idiomatik)
dan berlawanan makna dengan cermat, misalnya; sesuai bagi (salah), sesuai
dengan (benar), bukan hanya.....melainkan
juga (benar), bukan hanya....tetapi
juga (salah).
4) Menggunakan kata dengan nuansa
tertentu, misalnya: berjalan lambat,
mengesot,dan merangkak; merah darah merah hati.
5) Menggunakan kata ilmiah untuk
penulisan karangan ilmiah, dan komunikasi non ilmiah (surat-menyurat, diskusi
umum) menggunakan kata populer, misalnya: argumentasi
(ilmiah), pembuktian (populer), psikologi (ilmiah), ilmu jiwa (populer).
6) Menghindarkan penggunaan ragam
lisan (pergaulan) dalam bahasa tulis, misalnya: tulis, baca, kerja (bahasa lisan), menulis, menuliskan, membaca, membacakan, bekerja, mengerjakan,
dikerjakan (bahasa tulis).
Ketepatan
kata terkait dengan konsep, logika, dan gagasan yang hendak ditulis dalam
karangan. Ketepatan itu menghasilkan kepastian makna. Sedangkan kesesuaian kata
menyangkut kecocokan antara kata yang dipakai dengan situasi yang hendak
diciptakan sehingga tidak mengganggu suasana batin, emosi, atatu psikis antara
penulis dengan pembacanya, pembicara dan pendengarnya. Misalnya: keformalan, keilmiahan,
keprofesionalan, dan situasi tertentu yang hendak diwujudkan oleh penulis. Oleh
karena itu, untuk menghasilkan karangan yang berkualitas penulis harus
memperhatikan ketepatan dan kesesuaian kata.
Penggunaan
kata dalam surat, proposal, laporan, pidato, diskusi ilmiah, dll harus tepat
dan sesuai dengan situasi yang hendak diciptakan. Dalam karangan ilmiah, diksi
dipakai untuk menyatakan sebuah konsep, pembuktian, hasil pemikiran, atau
solusi suatu masalah. Tegasnya, diksi merupakan faktor penting dalam menentukan
kualitas suatu karangan. Pilihan kata yang tidak tepat dapat menurunkan
kualitas suatu karangan .
Memilih
kata yang tepat untuk menyampaikan gagasan ilmiah menuntut penguasaan:
v Keterampilan yang tinggi terhadap
bahasa yang digunakan
v Wawasan ilmu yang ditulis
v Konistensi penggunaan sudut
pandang, istilah, baik dalam makna maupun bentuk agar tidak menimbulkan salah
penafsiran
v Syarat ketepatan kata, dan
v Syarat kesesuaian kata
Fungsi Diksi:
1)
Melambangkan
gagasan yang diekspresikan secara verbal
2)
Membentuk
gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga
menyenangkan pendengar atau pembaca,
3)
Menciptakan
komunikasi yang baik dan benar
4)
Menciptakan
suasana yang tepat
5)
Mencegah
perbedaan penafsiran
6)
Mencegah
salah pemahaman, dan
7)
Mengefektifkan
pencapaian target komunikasi.
(Widjono, 2007: 100)
D. Faktor Penyebab Perubahan Makna Kata
1)
Kebahasaan
Perubahan
makna yang ditimbulkan oleh faktor kebahasaan meliputi perubahan intonasi,
bentuk kata, dan bentuk kalimat.
a.
Perubahan
Intonasi adalah perubahan makna yang diakibatkan oleh perubahan nada, irama,
dan tekanan. Kalimat berita ia makan.
Makna berubah jika intonasi kalimat diubah, misalnya: ia makan? Ia makan! Ia maakaaaan. Perubahan kalimat tersebut
disebabkan oleh perubahan intonasi.
Paman teman saya belum menikah.
Paman, teman saya belum menikah.
Paman, teman, saya belum menikah.
Paman, teman, saya, belum
menikah.
b.
Perubahan
struktur frasa
Kaleng
susu (kaleng
bekas tempat susu) susu kaleng (susu
yang dikemas dalam kaleng), dokter anak (dokter
specialis penyakit anak) anak dokter (anak
yang dilahirkan oleh orang tua yang menjadi dokter)
c.
Perubahan
bentuk kata
adalah perubahan makna yang
ditimbulkan oleh perubahan bentuk.
Tua
(tidak muda)
jika ditambah awalah ke- menjadi ketua, makna berubah menjadi pemimpin;sayang (cinta) berbeda dengan penyayang (orang yang mencintai) memukul (orang yang memukul) berbeda
dengan dipukul (orang yang dikenai
pukulan).
d.
Kalimat
akan berubah makna jika strukturnya berubah. Perhatikan kalimat berikut ini:
v Ibu rina menyerahkan laporan itu
lantas dibacanya
v Karena sudah diketahui
sebelumnya, satpam segera dapat meringkus pencuri itu.
Kalimat
pertama: salah satu bentuk kata sehingga menghasilkan makna ibu Ratna dibaca setelah menyerahkan surat. (aneh
bukan?) kesalahan terjadi pada kesejajaran bentuk kata menyerahkan dan diserahkan, seharusnya
menyerahkan dibentuk pasif menjadi diserahkan.
·
setelah
diserahkan oleh Ibu Rina laporan itu dibaca oleh penerimanya.
·
setelah
diserahkan oleh ibu Rina laporan iu ia baca.
Kalimat
kedua, salah kesejajaran bentuk kata diketahui
seharusnya mengetahui.
·
karena
sudah mengeahui sebelumnya, satpam segera dapat meringkus pencuri itu.
·
Pencuri
itu segera diringkus oleh satpam karena sudah diketahui sebelumnya.
2) Kesejarahan
Kata
perempuan pada zaman penjajahan
Jepang digunakan untuk menyebut perempuan penghibur. Orang menggantinya dengan
kata wanita. Kini, setelah orang
melupakan peristiwa tersebut menggunakannya kembali dengan pertimbangan, kata perempuan lebih mulia dari kata wanita.
Perhatikan
penggunaan kata bercetak miring pada masa lalu dan bandingkan dengan pemakaian
kata pada masa sekarang.
Prestasi orang itu berbobot. (Sekarang berkualitas).
Prestasi
kerjanya mengagumkan.
(sekarang kinerja).
Ia karyawan yang pintar (sekarang cerdas).
Ia pantas menjadi teladan karena konduite kerjanya sangat tinggi.
(sskarang layak).
3)
Kesosialan
Masalah
sosial berpengaruh terhadap perubahan makna. Kata gerombolan yang pada mulanya bermakna orang berkumpul atau kerumun.
Kemudiaan, kata itu tidak digunakan karena berkonotasi dengan pemberontak,
perampok, dan sebagainya. Sebelum tahun 1945 orang dapat berkata, gerombolan laki-laki menuju pasar, setelah
tahun 1945, apalagi dengan munculnya pemberontak,
kata gerombolan tidak digunakan
bahkan ditakuti.
Perhatikan kata-kata berikut:
Petani
kaya disebut petani berdasi
Militer
disebut baju hijau
Guru
disebut pahlawan tanpa tanda jasa
4)
Kejiwaan
Perubahan
makna karena kejiwaan ditimbulkan oleh pertimbangan:
·
Rasa
takut
·
Kehalusan
ekspresi, dan
·
Kesopanan.
Misalnya, pada masa orde baru, orang takut
(khawatir) banyak utang (komersial)
merupakan kinerja buruk bagi pemerintah, kata tersebut diganti dengan bantuan atau pinjaman. Padahal, utang
(komersial) dan bantuan berbeda
makna. Utang harus dikembangbalikan
bersama bunganya, sedangkan bantuan tidak
menuntut pengembalian. Demikian pula kata dirumahkan
untuk mengganti dipecat. Kata korupsi diganti dengan diamankan, dan sebagainya. Pemakaian
kata tersebut dimaksudkan orang untuk tidak menimbulkan masalah kejiwaan,
misalnya: menderita, tidak takut, atau
tidak menentang secara psikologis.
Perhatikan
contoh berikut ini:
·
Tabu:
Pelacur
disebut tunasusila atau penjaja seks komersial (PSK)
Germo
disebut hidung belang
Koruptor
disebut penyalahgunaan jabatan
·
Kehalusan
(pleonasme)
Bodoh
disebut kurang pandai
Malas
disebut kurang rajin
Perampok
hutan disebut penjarah hutan
·
Kesopanan
Ke
kamar mandi
disebut ke belakang
Gagal
disebut kurang berhasil
Sangat
baik disebut tidak buruk
5) Bahasa Asing
Perubahan makna karena faktor
bahasa asing misalnya kata tempat orang
terhormat diganti dengan VIP. Kata symposium
pada mulanya bermakna orang yang minum-minum di restoran dan kadang-kadang ada
acara dansa yang diselingi dengan diskusi. Dewasa ini kata symposium sudah lebih dititikberatkan pada acara diskusi yang
membahas berbagai masalah dalam bidang ilmu tertentu. Perhatikan contoh berikut
ini:
Jalur
khusus bus disebut
busway
Kereta
api satu rel disebut
monorel
Penuh
warna, kalerful dari
kata colourfull
6) Kata Baru
Kreativitas pemakai bahasa
berkembang terus sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan tersebut memerlukan
bahasa sebagai alat ekspresi dan komunikasi. Kreatifitas baru dihadapkan pada
kelangkaan makna leksikal, yang mendasari bentuk inflesi suatu kata, atau
istilah baru yang mendukung pemikirannya. Kebutuhan tersebut mendorong untuk
menciptakan istilah baru bagi konsep baru yang ditemukannya. Misalnya: chip, microfiword, server, download, cd,
dvd, chetting, infokus, website, megapixel, vendor, hackerflash disk, dan
sebagainya. Dalam bahasa Indonesia terdapat kata-kata asing yang
diindonsiakan, ada yang dipertahankan keasingannya karena keinternasionalannya,
dan ada kata asing yang cukup dengan penyesuaian ejaannya.
Perhatikan penggunaan kata:
jaringan, justifikasi, kinerja, klarifikasi, konfirmasi, vasektomi, dan verifikasi
berikut ini.
Jaringan
kerja (jejaring) untuk
menggantikan network
Justifikasi
untuk
menggantikan pembenaran
Kinerja
menggantikan performance
Klarifikasi
untuk
menggantikan clarification
Konfirmasi
untuk
menggantikan confirmation
Vasektomi menggantikan operasi untuk
memandulkan kaum pria dengan cara memotong saluran sperma atau saluran mani di
bawah buah jakar sampai ke kantong sperma (pengertian ini terlalu panjang dan
dapat menimbulkan masalah kejiwaan, penggunaan vasektomi lebih baik dari pada terjemahan dalam bahasa
indonesianya). Verifikasi pemeriksaan
kebenaran laporan. (Widjono, 2007: 101-105)
Adapun macam-macam Perubahan
Makna, yakni sebagai berikut:
a. Menyempit/spesialisasi
Kata yang tergolong kedalam perubahan makna ini adalah kata yang pada awal penggunaannya bisa dipakai untuk berbagai hal umum, tetapi penggunaannya saat ini hanya terbatas untuk satu keadaan saja.
Contoh :
Sastra dulu dipakai untuk pengertian tulisan dalma arti luas atau umum, sedangkan sekarang hanya dimaknakan dengan tulisan yang berbau seni. Begitu pula kata sarjana (dulu orang yang pandai, berilmu tinggi, sekarang bermakna “Lulusan perguruan tinggi”).
b. Meluas/generalisasi
Penggunaan kata ini berkebalikan dengan pengertian menyempit.
Contoh :
Petani dulu dipakai untuk seseorang yang bekerja dan menggantungkan hidupnya dari mengerjakan sawah, tetapi sekarang kata tersebut dipakai untuk keadaan yang lebih luas. Penggunaan pengertian petani ikan, petani tambak, petani lele merupakan bukti bahwa kata petani meluas penggunaannya.
c. Amelioratif
Pada awalnya, kata ini memiliki makna kurang baik, kurang positif, tidak menguntungkan, akan tetapi, pada akhirnya mengandung pengertian makna yang baik, positif, dan menguntungkan.
Contoh :
Wanita, pramunikmat, dan warakawuri merupakan kata-kata yang dipakai untuk lebih menghaluskan, menyopankan pengertian yang terkandung dalam kata-kata tersebut.
d. Peyoratif
Makna kata sekarang mengalami penurunan nilai rasa kata daripada makna kata pada awal pemakaiannya.
Contoh :
Kawin, gerombolan, oknum, dan perempuan terasa memiliki konotasi menurun atau negatif.
e. Asosiasi
Yang tegolong kedalam perubahan makna ini adalah kata-kata dengan makna-makna yang muncul karena persamaan sifat. Sering kita mendengar kalimat “hati-hati dengan tukang catut itu.”
Tukang catut dalam kalimat diatas tergolong kata-kata dengan makna asosiatif. Begitu pula dengan kata kacamata dalam : menurut kacamata saya, perbuatan anda tidak benar
f. Sinestesia
Perubahan makna terjadi karena pertukaran tanggapan antara dua indera, misalnya dari indera pengecap ke indera penglihatan.
Contoh:
Gadis itu berwajah manis. Kata manis mengandung makna enak, biasanya dirasakan oleh alat pengecap, berubah menjadi bagus, dirasakan oleh indera penglihatan. Demikian juga kata panas, kasar, sejuk, dan sebagainya.
a. Menyempit/spesialisasi
Kata yang tergolong kedalam perubahan makna ini adalah kata yang pada awal penggunaannya bisa dipakai untuk berbagai hal umum, tetapi penggunaannya saat ini hanya terbatas untuk satu keadaan saja.
Contoh :
Sastra dulu dipakai untuk pengertian tulisan dalma arti luas atau umum, sedangkan sekarang hanya dimaknakan dengan tulisan yang berbau seni. Begitu pula kata sarjana (dulu orang yang pandai, berilmu tinggi, sekarang bermakna “Lulusan perguruan tinggi”).
b. Meluas/generalisasi
Penggunaan kata ini berkebalikan dengan pengertian menyempit.
Contoh :
Petani dulu dipakai untuk seseorang yang bekerja dan menggantungkan hidupnya dari mengerjakan sawah, tetapi sekarang kata tersebut dipakai untuk keadaan yang lebih luas. Penggunaan pengertian petani ikan, petani tambak, petani lele merupakan bukti bahwa kata petani meluas penggunaannya.
c. Amelioratif
Pada awalnya, kata ini memiliki makna kurang baik, kurang positif, tidak menguntungkan, akan tetapi, pada akhirnya mengandung pengertian makna yang baik, positif, dan menguntungkan.
Contoh :
Wanita, pramunikmat, dan warakawuri merupakan kata-kata yang dipakai untuk lebih menghaluskan, menyopankan pengertian yang terkandung dalam kata-kata tersebut.
d. Peyoratif
Makna kata sekarang mengalami penurunan nilai rasa kata daripada makna kata pada awal pemakaiannya.
Contoh :
Kawin, gerombolan, oknum, dan perempuan terasa memiliki konotasi menurun atau negatif.
e. Asosiasi
Yang tegolong kedalam perubahan makna ini adalah kata-kata dengan makna-makna yang muncul karena persamaan sifat. Sering kita mendengar kalimat “hati-hati dengan tukang catut itu.”
Tukang catut dalam kalimat diatas tergolong kata-kata dengan makna asosiatif. Begitu pula dengan kata kacamata dalam : menurut kacamata saya, perbuatan anda tidak benar
f. Sinestesia
Perubahan makna terjadi karena pertukaran tanggapan antara dua indera, misalnya dari indera pengecap ke indera penglihatan.
Contoh:
Gadis itu berwajah manis. Kata manis mengandung makna enak, biasanya dirasakan oleh alat pengecap, berubah menjadi bagus, dirasakan oleh indera penglihatan. Demikian juga kata panas, kasar, sejuk, dan sebagainya.
E. Relasi Makna Kata
Kata yang kita susun
dalam sebuah kalimat hingga terbentuknya sebuah wacana kita gunakan untuk
mennyampaikan amanat atau pesan kepada lawan bicara kita. Agar amanat yang kita
sampaikan itu dapat di terima dengan baik, persis seperti yang kita inginkan,
maka kata-kata yang kita gunakan harus kita pilih sebaik-baiknya, sesuai dengan
konsep amanat yang kita sampaikan. Secara umum dibedakan adanya dua macam kata,
yaitu:
·
Kata-kata
yang mengandung makna, konsep, atau pengertian.
·
Kata-kata
yang tidak mengandung makna, melainkan hannya memiliki fungsi gramatikal.
Kata-kata yang
termasuk golongan pertama jumlahnya relatif banyak; mempunyai kemungkinan untuk
bertambah terus sesuai dengan perkembangan kebudayaan dan masyarakat. Ke dalam
golongan pertama ini termasuk kata benda, kata kerja, dan kata sifat.
Kata-kata yang
termasuk golongan kedua jumlahnya relatif terbatas; tidak atau kecil
kemungkinan untuk bertambah lagi. Ke dalam golongan ke dua ini termasuk
kata-kata yang biasa disebut kata penghubung, kata depan, kata sandang, dan
kata keterangan. (Chaer, 2006:382)
Di dalam Sintaksis,
banyak ditemukan suatu kata yang memiliki hubungan atau relasi semantik dengan
kata lain, seperti kesamaan makna, lawan kata, kegandaan kata, ketercakupan
makna, kelainan makna, dan sebagainya. Di bawah ini akan dijelaskan macam-macam
relasi makna tersebut.
1. Sinonim
Secara etimologi kata
sinonimi berasal dari bahasa Yunani kuno , yaitu onoma yang berarti “Nama”, dan syn yang berarti “Dengan”. Maka secara harfiah
kata sinonim berarti “Nama lain untuk benda atau hal yang sama” (Chaer, 1990:85). Sinonim atau bisa
disebut kegandaan makna dapat diartikan sebagai dua kata atau lebih yang
memiliki makna yang sama atau hampir sama. Dikatakan hampir sama karena
meskipun dua kata tersebut sama, kata tersebut tidak dapat atau kurag tepat
bila menggantikan kata yang lain dalam sebuah kalimat. Contohnya seperti di
bawah ini :
Tikus itu mati diterkam kucing.
Tikus itu meninggal diterkam
kucing.
Dalam dua kalimat di
atas, kita dapat menemukan dua kata yang bersinonim, yaitu mati dan meninggal.
Namun kata “Meninggal” pada kalimat kedua tidak dapat menggantikan kata “Mati”
pada kalimat pertama. Hal ini karena kata “Mati” dapat digunakan pada semua
makhluk hidup seperti manusia, hewan, dan tumbuhan, sedangkan kata “Meninggal”
hanya digunakan pada manusia.
Sedangkan menurut
widjono (2007), sinonim merupakan persamaan makna kata. Artinya, dua kata atau
lebih yang berbeda bentuk, ejaan, dan pengucapannya, tetapi bermakna sama.
Misalnya, wanita bersinonim dengan perempuan, makna sama tetapi berbeda tulisan
maupun pengucapannya. Dalam kalimat kedua kata tersebut dapat dipertukarkan.
Tradisi di daerah itu memasak dikerjakan oleh perempuan. Kata perempuan dapat
diganti dengan wanita.
Perhatikan contoh
kata-kata bersinonim dan hampir bersinonim berikut ini. Cermatilah, dapatkah
kata-kata tersebut dipertukarkan penggunaannya dalam sebuah kalimat? Jika
tidak, kata-kata tersebut tidak bersinonim sepenuhnya.
·
Hamil,
bunting
·
Hasil,
produksi, prestasi, keluaran
·
Kecil,
mikro, minor, mungil
·
Korupsi,
mencuri
·
Strategi,
teknik, taktik, siasat, kebijakan
·
Terminal,
halte, perhentian, stasiun, pangkalan, pos.
Jadi, kesinoniman
mutlak jarang di temukan dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia.
Ketidakmungkinan menukar sebuah kata dengan kata lain yang bersinonim atau
hampir bersinonim di sebabkan oleh berbagai alasan: waktu, tempat, kesopanan,
suasana batin, dan nuansa makna. Perhatikan contoh berikut:
·
Kegiatan, misalnya:aman-tenteram,
matahari-surya.
·
Kesopanan, misalnya: saya, aku.
·
Nuansa makna, misalnya: melihat, melirik, melotot, meninjau, mengintip; penginapan, hotel,
motel, losmen; mantan, bekas
·
Tempat atau daerah, misalnya kata: saya, beta.
·
Waktu, misalnya, pasar hampir bersinonim dengan konsumen
atau pelanggan. Pasar pada
masa lalu berarti tempat orang berjual beli. Sedangkan, pasar pada situasi masa sekarang, mengalami perluasan bukan hanya
tempat berjual beli, tetapi juga berarti pemakai
produk, konsumen, atau pelanggan.
Dua kata bersinonim
atau hampir bersinonim tidak digunakan dalam sebuah frasa. Misalnya: adalah
merupakan, agar supaya, bagi untuk, adalah yaitu, yth. kepada. Dalam sebuah
kalimat, penggunaan kata tersebut, misalnya:
·
Kucing
adalah merupakan binatang buas.
(salah)
·
Kepada Yth. Bapak nurhadi (salah)
·
Ia
bekerja keras agar supaya sukses.
(salah)
Penggunaan kata bersinonim dalam
sebuah frasa tersebut salah, seharusnya:
·
a.
Kucing adalah binatang buas. (benar)
b. Kucing merupakan binatang
buas. (benar)
·
a.
Kepada Bapak Nurhadi. (benar)
b. Yth. Bapak Nurhadi. (benar)
·
a.
Bagi saya, pendapat itu salah. (benar)
b. Untuk saya, pendapat itu salah.
(benar)
2. Antonim
Kata antonimi berasal
dari kata Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti “Nama”, dan anti yang berarti
“Melawan”. Maka secara harfiah antonim berarti ‘nama lain untuk benda lain
pula’(Chaer, 1990:85). Kata antonim atau sering disebut lawan kata dapat
diartikan sebagai dua kata yang memiliki makna yang berlawanan atau
bertentangan. Misalnya, hidup-mati,
diam-gerak dan sebagainya.
Menurut Chaer
(2007:390), ada juga kata-kata berantonim, yang susungguhnya tidak menyatakan
“perlawanan”, malah menyatakan “adanya yang satu karena adanya yang lain”.
Seperti kata menjual dan kata membeli. Jika tidak ada membeli tentu tidak ada menjual. Begitu juga sebaliknya.
Contoh lain, kata suami dan kata istri, yang sering disebut berantonim. Kata suami ada karena adanya kata isteri.
Jadi, kata-kata seperti menjual dan
membeli atau suami dan isteri sesungguhnya
tidak menyatakan ‘lawan’, melainkan menyatakan ‘saling melengkapi’.
Perhatikan pasangan
kata-kata berikut ini, yang sering dianggap berantonim, lalu periksa apakah
keantonimannya bersifat mutlak, bersifat relatif, atau berifat saling
melengkapi. Kemudian gunakanlah dalam kalimat!
·
guru x
murid
·
banyak x
sedikit
·
gelap x
terang
·
lautan x
daratan
·
berkumpul x
bubar
Akhirnya satu hal
lagi yang perlu dicatat berkenaan dengan soal antonomi ini adalah: hendaknya
berhati-hati dalam memilih “lawan” sebuah kata. Jangan sampai, misalnya, dalam
mengatakan kata merah berantonim
dengan kata putih, sebab sesuatu yang
tidak merah atau bukan merah belum tentu sama dengan putih. Ada kemungkinan hijau,
biru, atau kuning.
3. Homonim,
homofon, homograf
Kata homonimi berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang
berarti “Nama” dan homo yang artinya “Sama”. Secara harfiah homonimi dapat
diartikan sebagai “Nama sama untuk benda atau hal lain” (Chaer, 1990:85).
Homonim adalah dua kata atau lebih yang memiliki ejaan dan lafal yang sama namun memiliki makna yang
berbeda. Misalnya, kata “Bisa” dapat diartikan dua makna, yakni “Bisa” yang
berarti “Dapat” dan “Bisa” yang berarti “Racun”. Homonim dapat diartikan sama
nama, sama bunyi, sebunyi, tetapi berbeda makna.
Contoh;
·
syah
= raja
syah = kepada (pemimpin)
·
buku
= ruas
buku = kitab
·
bandar
= pelabuhan
bandar = parit
bandar = pemegang uang dalam
perjudian
Homofon (homo berarti
sama, fon berarti bunyi ) adalah dua kata atau lebih yang memiliki lafal yang
sama walaupun ejaan dan maknanya berbeda. Misalnya, kata “Bang” dan “Bank”. Contohnya
kata bank (tempat menyimpan/mengutang
uang), bang (berarti sebuah kakak
laki-laki).
Homograf (homo
berarti sama, grafi berarti tulisan) adalah dua kata atau lebih yang memiliki
ejaan yang sama namun memiliki lafal dan makna yang berbeda. Misalnya, “Tahu”
(baca “Tahu”) bermakna salah satu produk
makanan yang berasal dari kedelai, sedangkan kata “Tahu” (baca “Tau”) bermakna
mengetahui.
Contoh:
·
Ia
makan apel (buah) sesudah apel (upacara) di lapangan.
·
Pejabat
teras (pejabat utama) itu duduk
santai di teras (lantai depan rumah)
sambil membaca berita di koran tentang pertanian di daerah teras.
·
Polisi
serang (mendatangi untuk mnyerang)
penjahat di kabupaten Serang (nama
tempat).
4. Hiponim dan
hipernim
Kata hiponimi berasal
dari bahasa Yunani kuno , yaitu onoma
berarti “Nama” dan hypo berarti “Di bawah”. Jadi, secara harfiah berarti “Nama
yang termasuk di bawah nama lain” (Chaer, 1990:85). Hipomimi dan hipermimi
berhubungan satu sama lain, hipomimi merujuk pada kata yang lebih khusus yang
merupakan subordinat dari hipermimi. Misalnya, kata “Tongkol” dan “Ikan”, kata
“Tongkol” merupakan hiponim dari kata “Ikan” sedangkan kata “Ikan” merupakan
hipernim dari kata “Tongkol”. Contoh lain kata burung maknanya melingkupi makna kata-kata seperti merpati,kepodang, tekukur, perkutut,
cucakrawa, dan murai. Dengan kata lain yang disebut burung bukan hanya merpati saja
atau tekukur saja, tetapi trmasuk
juga perkutut, murai, kepodang,dll.
Kata-kata yang
berhipermini ini karena maknanya melingkupi makna sejumlah kata-kata lain, maka
seringkali menjadi bersifat umum. Padahal dalam berbahasa kita harus cermat
menggunakan kata dengan maknanya yang tepat. Karena itu, kalau misalnya kita
hendak mengatakan “ingin membeli sepeda” maka sebaiknya katakanlah sepeda,
jangan kendaraan, yang menjadi
hiperniminya. (chaer, 2006:387)
5. Polisemi
Polisemi adalah
satuan bahasa (bisa kata atau frase) yang memiliki makna lebih dari satu. Misalnya pada kalimat di
bawah ini :
Kepalaku sakit sejak kemarin.
Kepala sekolah menemui para murid
di kelas
Kata “Kepala” yang pertama
bermakna bagian tubuh yang berada di atas leher sedangkan kata “Kepala” yang
kedua bermakna pemimpin.
F.
Jenis-jenis Makna Kata
Makna di dalam sastra
Bahasa Indonesia ditentukan dalam beberapa kriteria atau jenis dan juga sudut
pandang. Jenis makna dalam Bahasa Indonesia sangat banyak diantaranya:
Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna
gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem
dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan
ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna
denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna
kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan
kriteri lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna
asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya.
1.
Makna Lesikal dan Makna Gramatikal
Leksikal merupakan
bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon. Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu
satuan bentuk bahasa yang bermakna. Dengan kata lain makna lesikal adalah makna
unsur-unsur bahasa (leksem) sebagai lambang benda, peristiwa, obyek, dan
lain-lain. Seperti kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang
pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak
jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal
akibat serangan hama tikus.
Biasanya makna
leksikal dipertentangkan dengan makna gramatikal. Jika makna leksikal berkenaan
dengan makna leksem, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai
akibat adanya proses gramatikal seperti proses afiksasi, proses reduplikasi,
dan proses komposisi. Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam
kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan makna “Dapat”,
dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas
melahirkan makna gramatikal “Tidak sengaja”.
2.
Makna
Referensial dan Makna Nonreferensial
Perbedaan makna
referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya referen dari
kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar
bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna
referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut
kata bermakna nonreferensial. Kata meja termasuk kata yang bermakna referensial
karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut
“Meja”. Sebaliknya kata karena tidak mempunyai referen, jadi kata karena termasuk
kata yang bermakna nonreferensial.
3.
Makna
Denotatif dan Konotatif
Menurut Widjono
(2007;105), makna denotasi dan konotasi dibedakan berdasarkan atas ada atau
tidaknya nilai rasa. Kata denotasi lebih menekankan tidak adanya nilai rasa,
sedangkan konotasi bernilai rasa kias.
Makna denotatif atau
konseptual adalah makna kata yang didasarkan atas penunjukkan yang langsung
(lugas) pada suatu hal atau obyek di luar bahasa. Makna langsung atau makna
lugas bersifat obyektif, karena langsung menunjuk obyeknya. Jadi, makna
denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu,
makna denotasi sering disebut sebagai ’makna sebenarnya. Seperti dalam kata perempuan dan wanita kedua kata itu
mempunyai dua makna yang sama, yaitu “Manusia dewasa bukan laki-laki”.
Makna konotatif
merupakan lawan dari makna denotatif. Jika makna denotatif mencakup arti kata
yang sebenarnya, maka makna konotatif sebaliknya, yang juga disebut sebagai
makna kiasan. Lebih lanjut, makna konotasi dapat dijabarkan sebagai makna yang
diberikan pada kata atau kelompok kata sebagai perbandingan agar apa yang
dimaksudkan menjadi jelas dan menarik. Seperti dalam kalimat “Rumah itu dilalap
si jago merah”. Kata “Si jago merah” dalam kalimat tersebut bukanlah arti yang
sebenarnya, melainkan kata kiasan yang bermakna “Kebakaran”. Makna konotatif
dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah dulu kata ini
berkonotasi negatif karena berarti “Cerewet”, tetapi sekarang konotasinya
positif.
4. Makna Kata dan Makna Istilah
Setiap kata atau
leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi
jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks
situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang
pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu
sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa
sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu.
Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari contoh berikut
(1) Tangannya luka kena pecahan
kaca.
(2) Lengannya luka kena pecahan
kaca.
Kata tangan dan
lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama. Namun
dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan
bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah
bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.
5.
Makna
Konseptual dan Makna Asosiatif
Yang dimaksud dengan
makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari
konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual sejenis
binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Jadi makna konseptual
sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna
referensial.
Makna asosiatif
adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya
hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata
melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.
6. Makna Idiomitikal dan Peribahasa
Idiom adalah satuan
ujaran yang maknanya tidak dapat ”Diramalkan” dari makna unsur-unsurnya, baik
secara leksikal maupun secara gramatikal. Contoh dari idiom adalah bentuk
membanting tulang dengan makna “Bekerja keras”, meja hijau dengan makna “Pengadilan”.
Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri
atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya ”Asosiasi” antara makna
asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Umpamanya peribahasa Seperti anjing
dengan kucing yang bermakna “Dikatakan ihwal dua orang yang tidak pernah akur”.
Makna ini memiliki asosiasi, bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika
bersama memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.
7.
Makna Kias
Dalam kehidupan sehari-hari
penggunaan kata yang tepat sangat diharapkan. Seperti penggunaan kata kias digunakan sebagai oposisi dari arti
sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, atau
kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti
konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Jadi,
bentuk-bentuk seperti puteri malam dalam arti “Bulan”, raja siang dalam arti
“Matahari”.
BAB 3
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Di dalam ilmu bahasa yang terlebih khususnya lagi dalam mata kuliah
Sintaksis, makna kata serta pilihan kata (diksi) sangat penting dipelajari.
Konsep pembelajarannyapun bukan hanya diperuntukan dalam bidang pendidikan
saja, melainkan hampir semua konteks kehidupan manusia pada umumnya. Apabila
kita salah memilih kata untuk maksud tertentu,
bisa saja kesalahpahaman terjadi bahkan berujung pada konflik. Dalam
makalah ini sudah sangat jelas pemaparan tentang relasi diksi dengan makna
kata. Dimana, makna-makna yang ada tidak terluput dari pilihan kata, sehingga
kata-kata itupun dapat membentuk sebuah kalimat yang baik dan efektif dalam
suatu proses komunikasi yang baik pula.
Diksi merupakan ketepatan dalam memilih kata.
Penggunaan ketepatan pemilihan kata ini dikarenakan adanya wawasan bahasa yang
baik sehingga mampu mengoptimalkan pesan yang disampaikan dalam sebuah
komunikasi formal maupun non formal. Dalam makna kata, dipelajari pengertian
makna kata, relasi makna kata, jenis makna kata dan perubahan makna kata. Ada
beberapa kata yang memiliki makna yang berhubungan atau memiliki relasi apabila
pilihan katanya sesuai, seperti sinonim, antonim, dan lain sebagainya. Ada pula
satu kata yang makna dulunya berbeda dari makna sekarang, seperti spesialisasi,
ameliorasi dan lain sebagainya.
Selain ketepatan pilihan kata, pengguna bahasa atau
penutur harus pula memperhatikan kesesuaian kata agar tidak merusak makna,
suasana dan situasi yang hendak ditimbulkan, atau suasana yang sedang
berlangsung.
B.
Saran
Kehidupan kita tidak
terluput dari interaksi dan hubungan sosial yang melibatkan bahasa sebagai alat komunikasi. Dalam bahasa kita
mengenal berbagai kosa kata yang pada akhirnya dirangkai menjadi sebuah kalimat
yang bermakna. Untuk itu, kita diharapkan mendalami ilmu bahasa sehingga apa
yang kita komunikasikan kepada siapa pun dapat diterima pula maknanya seperti
yang kita harapkan.
Oleh karena itu,
mulailah memperkaya wawasan dan kosa kata kita dengan memperbanyak membaca dan
berdiskusi sehingga kita mampu menguasai konsep dalam bahasa indonesia seperti
berbicara, mendengar, menulis, menyimak, serta mampu menangkap makna komunikasi
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Widjono. 2007. Bahasa Indoneia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indoneia.
Jakarta: Rineka Cipta.
. 1990. Pengantar
Semantik bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Keraf, Gorys. 1991. Tata Bahasa Indonesia untuk Sekolah Lanjutan
Atas. Flores: Nusa Indah
terimakasih kak, materinya sangat bermanfaat.
BalasHapussaya juga punya ulasan mengenai Makalah diksi atau pemilihan kata di blog saya tugaskuliah15 siapa tahu dapat bermanfaat. terimakasih
Emperor Casino Review by Shootercasino
BalasHapusReview by Shootercasino. หารายได้เสริม Bonus: $1000 Welcome Bonus. Play Online Slots, Live Dealer Games, Slots, Table Games. Rating: 8/10 · Review 제왕카지노 by Shootercasino septcasino