Kamis, 26 Januari 2017

relaksi Diksi




RELAKSI DIKSI DENGAN PERUBAHAN MAKNA KATA


Oleh
Sergius Keor (150401080050)
Kelas: 2015 C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
2016/2017



KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah Sintaksis Bahasa Indonesia yang berjudul ”Relasi Diksi dengan Perubahan Makna Kata” tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada bapak Ali Ismail, M.Pd selaku dosen mata kuliah Sintaksis Bahasa Indonesia yang telah membimbing dan mempercayai saya dalam menyelesaikan makalah ini. Serta orangtua dan teman-teman yang telah memberikan dukungannya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi balasan atas segala bantuan yang diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap siapaun pihak yang turut membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, saya mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Harapan saya, semoga karya yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.



Malang, Mei 2016















DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR..................................................................................................                        i
DAFTAR ISI......................................................................................................          ............                        ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang.................................................................................................                        1
B.     Rumusan Masalah...........................................................................................            1
C.     Tujuan Masalah...............................................................................................                        1
BAB 2 PEMBAHASAN
A.     Pengertian Diksi dan Makna Kata....................................................................                        3
B.     Syarat-syarat Ketepatan Pilihan Kata dengan Makna Kata.................................                      4
C.     Kesesuaian Kata dan Fungsi Diksi...................................................................                        5
D.     Faktor Penyebab Perubahan Makna Kata................................................................                6
E.    Relasi Makna Kata..........................................................................................                        10
F.      Jenis-jenis Makna Kata....................................................................................                        15
BAB 3 PENUTUP
A.     KESIMPULAN................................................................................................                        18
B.     SARAN...........................................................................................................            18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................                        19











BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebagai mahluk sosial dan berakal budi, kehidupan kita tidak terlepas dari aktifitas berupa interaksi yang melibatkan komunikasi. Bahasalah yang berfungsi sebagai alat komunikasi dan ekspresi kita. Oleh karena itu, penting bagi kita mempelajari ilmu bahasa (linguistik) yang salah satu subnya yaitu sintaksis.
Berbicara tentang Sintaksis, berarti kita telah mengangkat salah satu topik pembelajaran dalam tingkatan pendidikan termasuk di perguruan tinggi yang mengkaji tentang kata, frase, klausa, hingga kalimat. Kajian itu dibagi lagi hingga ke hal yang terkecil, yakni Diksi dan Makna Kata yang akan dibahas dalam makalah ini.
Dasar dari makna dan pilihan kata sendiri ialah kata yang merupakan unsur yang paling penting dalam bahasa. Tanpa kata mungkin tidak ada bahasa; sebab itulah perwujudan bahasa.
Setiap kata menggandung konsep makna dan memiliki peran dalam pelaksanaan bahasa. Konsep dan peran apa yang dimiliki tergantung dari jenis atau macam kata itu, serta penggunaannya di dalam kalimat. Untuk itu, kosa kata dan pengetahuan tentang kata sangat dibutuhkan untuk dapat mengerti lebih mendalam mengenai makna-makna tersurat maupun tersirat dari kata serta mampu memilih kata (diksi) dalam menunjang kemampuan menyimak, berbahasa, membaca dan menulis.
Untuk itu, makalah ini dibuat untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan para pembaca mengenai makna dan pilihan kata.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan Diksi dan makna kata?
2.      Bagaimanakah syarat-syarat ketepatan diksi dengan makna kata?
3.      Bagaimanakah syarat kesesuaian kata dan apa sajakah fungsi dari pilihan kata (diksi)?
4.      Apa sajakah faktor penyebab terjadinya perubahan makna kata?
5.      Apa sajakah relasi makna kata?
6.      Apa saja jenis makna kata?
C. Tujuan Masalah
1.      Mengetahui pengertian diksi dan makna kata.
2.      Mengetahui syarat-syarat ketepatan diksi dengan makna kata.
3.      Mengetahui syarat kesesuaian kata agar tidak merusak makna, suasana, dan situasi serta mengetahui apa saja fungsi dari diksi (pilihan kata).
4.      Mengetahui faktor terjadinya perubahan makna kata.
5.      Mengetahui relasi makna kata.
6.      Mengetahui jenis – jenis makna kata.




















BAB 2
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Diksi dan Makna Kata
Diksi merupakan ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan kata ini dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejumlah kosa kata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu mengomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya. Indikator ketepatan ini antara lain:
v  Mengkomunikasikan gagasan berdasarkan pilihan kata yang tepat berdasarkan kaidah bahasa Indonesia
v  Menghasilkan komunikasi puncak (yang paling efektif) tanpa salah penafsiran atau salah makna
v  Menghasilkan respon pembaca atau pendengar sesuai dengan harapan penulis atau pembicara, dan
v  Menghasilkan target komunikasi yang diharapkan.
(Widjono, 2007: 98)
Sedangkan, makna adalah denotasi.  Kadang – kadang  “Makna”  itu selaras dengan “Arti” dan kadang tidak selaras. Apabila makna sesuatu itu sama dengan arti sesuatu itu, maka makna tersebut disebut Makna Laras (Explicit Meaning). Apabila maknanya tidak selaras dengan “Arti”, maka sesuatu itu disebut memiliki Makna Kandungan (Implicit Meaning) atau Makna Lazim (Necessary Meaning).
Sebagai contoh kata “Sapi”, ia memiliki arti dan makna.  “Sapi” sudah memiliki arti sebelum kata tersebut dimasukan ke dalam kalimat, tapi ia belum memiliki makna, karena makna hanya akan terbentuk apabila kata itu sudah dimasukan kedalam kalimat.
Contoh Makna Laras: Gara memukul sapi. Kalimat ini memiliki makna yang sama dengan artinya, yaitu sapi.  Pengertian yang menyeluruh tentang sapi tersebut itulah yang disebut dengan Makna Laras (Explicit Meaning). Ketika Gara membeli sapi, tentu yang dibeli adalah keseluruhan tubuh sapi. Oleh karena itu, makna “Sapi” dalam kalimat tersebut adalah sama dengan arti “Sapi”, sehingga disebut memiliki Makna Laras.
Contoh Makna Kandungan: Gara memukul sapi. Yang dipukul oleh Gara adalah sebagian tubuh sapi itu, oleh karena itu “Sapi” dalam kalimat tersebut tidak selaras dengan artinya, melainkan hanya kandungan arti tersebut.  Oleh karena  itu  “Sapi” dalam kalimat  tersebut  memiliki Makna Kandungan.
Contoh Makna Kata Lazim: Gara Menarik sapi. Kata “Sapi” dalam kalimat tersebut adalah memiliki Makna Lazim, karena ketika Gara menarik sapi, sebenarnya yang dipegang adalah talinya. Dia menarik tali itu secara tidak langsung menarik tubuh sapi. Kendatipun yang gara pegang dan dia tarik secara langsung adalah tali kendali sapi dan bukan sapinya secara langsung, tetapi sudah lazim dikatakan bahwa hal itu disebut menarik sapi. Itulah mengapa disebut Makna Lazim.
B.   Syarat-syarat Ketepatan Pilihan Kata dengan Makna Kata
1)   Membedakan makna denotasi dan konotasi dengan cermat, denotasi  yaitu kata yang bermakna lugas dan tidak bermakna ganda. Sedangkan konotasi dapat menimbulkan makna yang bermacam-macam, lazim digunakan dalam pergaulan, untuk tujuan estetika dan kesopanan,
2)   Membedakan secara cermat makna kata yang hampir bersinonim, kata yang hampir bersinonim misalnya: adalah, ialah, yaitu, merupakan, dalam pemakaiannya berbeda-beda.
3)   Membedakan makna kata dengan cermat kata yang mirip ejaannya, misalnya: inferensi (kesimpulan) dan interferensi (saling mempengaruhi), sarat (penuh, bunting) dan syarat (ketentuan),
4)   Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri, jika pemahaman belum dapat dipastikan, pemakai kata harus menemukan makna yang tepat dalam kamus, misalnya: modern sering diartikan secara subjektif canggih menurut kamus modern berarti terbaru atau mutakhir; canggih berarti banyak cakap, suka mengganggu, banyak mengetahui, bergaya intelektual,
5)   Menggunakan imbuhan asing (jika diperlukan) harus memahami maknanya secara tepat, misalnya; dilegalisir seharusnya dilegalisasi, koordinir seharusnya koordinasi,
6)   Menggunakan kata-kata idomatik berdasarkan susunan (pasangan) yang benar, misalnya: sesuai bagi seharusnya sesuai dengan,
7)   Menggunakan kata umum dan kata khusus, secara cermat. Untuk mendapatkan pemahaman yang spesifik karangan ilmiah sebaliknya menggunakan kata khusus, misalnya: mobil (kata umum) corolla (kata khusus, sedan buatan Toyota).
8)   Menggunakan kata yang berubah makna secara cermat, misalnya: isu (berasal dari bahasa Inggris issue berarti publikasi, kesudahan, perkara) isu (dalam bahasa Indonesia berarti kabar yang tidak jelas asal usulnya, kabar angin)
9)   Menggunakan dengan cermat kata bersinonim (misalnya: pria dan laki-laki, saya dan aku); berhomofoni (misalnya: bang dan bank, ke tahanan dan ketahanan); dan berhomografi (misalnya: apel buah, apel upacara),
10)    Menggunakan kata abstrak dan kata kongkret secara cermat, kata abstrak (konseptual, misalnya: pendidikan, wirausaha dan pengobatan modern) dan kata konkret atau kata khusus (misalnya: mangga, sarapan, dan berenang). (Widjono, 2007: 99)

C.   Kesesuaian Kata dan Fungsi Diksi
       Selain ketepatan diksi, pengguna bahasa harus pula memperhatikan kesuaian kata agar tidak merusak makna, suasana, dan situasi yang hendak ditimbulkan, atau suasana yang sedang berlangsung.  Kesesuaian kata tersebut diantaranya;
1)      Menggunakan ragam baku dengan cermat dan tidak mencampuradukkan menggunakannya dengan kata tidak baku yang hanya digunakan dalam pergaulan, misalnya: hakikat (baku), hakekat (tidak baku), konduite (baku), kondite (tidak baku),
2)      Menggunakan kata yang berhubungan dengan nilai sosial dengan cermat, misalnya: kencing (kurang sopan), buang air kecil (lebih sopan), pelacur (kasar) tunasusila (lebih halus),
3)      Menggunakan kata berpasangan (idiomatik) dan berlawanan makna dengan cermat, misalnya; sesuai bagi (salah), sesuai dengan (benar), bukan hanya.....melainkan juga (benar), bukan hanya....tetapi juga (salah).
4)      Menggunakan kata dengan nuansa tertentu, misalnya: berjalan lambat, mengesot,dan merangkak; merah darah merah hati.
5)      Menggunakan kata ilmiah untuk penulisan karangan ilmiah, dan komunikasi non ilmiah (surat-menyurat, diskusi umum) menggunakan kata populer, misalnya: argumentasi (ilmiah), pembuktian (populer), psikologi (ilmiah), ilmu jiwa (populer).
6)      Menghindarkan penggunaan ragam lisan (pergaulan) dalam bahasa tulis, misalnya: tulis, baca, kerja (bahasa lisan), menulis, menuliskan, membaca, membacakan, bekerja, mengerjakan, dikerjakan (bahasa tulis).
       Ketepatan kata terkait dengan konsep, logika, dan gagasan yang hendak ditulis dalam karangan. Ketepatan itu menghasilkan kepastian makna. Sedangkan kesesuaian kata menyangkut kecocokan antara kata yang dipakai dengan situasi yang hendak diciptakan sehingga tidak mengganggu suasana batin, emosi, atatu psikis antara penulis dengan pembacanya, pembicara dan pendengarnya. Misalnya: keformalan, keilmiahan, keprofesionalan, dan situasi tertentu yang hendak diwujudkan oleh penulis. Oleh karena itu, untuk menghasilkan karangan yang berkualitas penulis harus memperhatikan ketepatan dan kesesuaian kata.
       Penggunaan kata dalam surat, proposal, laporan, pidato, diskusi ilmiah, dll harus tepat dan sesuai dengan situasi yang hendak diciptakan. Dalam karangan ilmiah, diksi dipakai untuk menyatakan sebuah konsep, pembuktian, hasil pemikiran, atau solusi suatu masalah. Tegasnya, diksi merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas suatu karangan. Pilihan kata yang tidak tepat dapat menurunkan kualitas suatu karangan .
       Memilih kata yang tepat untuk menyampaikan gagasan ilmiah menuntut penguasaan:
v Keterampilan yang tinggi terhadap bahasa yang digunakan
v Wawasan ilmu yang ditulis
v Konistensi penggunaan sudut pandang, istilah, baik dalam makna maupun bentuk agar tidak menimbulkan salah penafsiran
v Syarat ketepatan kata, dan
v Syarat kesesuaian kata
Fungsi Diksi:
1)      Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal
2)      Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca,
3)      Menciptakan komunikasi yang baik dan benar
4)      Menciptakan suasana yang tepat
5)      Mencegah perbedaan penafsiran
6)      Mencegah salah pemahaman, dan
7)      Mengefektifkan pencapaian target komunikasi.
(Widjono, 2007: 100)
D.  Faktor Penyebab Perubahan Makna Kata
1)   Kebahasaan
     Perubahan makna yang ditimbulkan oleh faktor kebahasaan meliputi perubahan intonasi, bentuk kata, dan bentuk kalimat.
a.    Perubahan Intonasi adalah perubahan makna yang diakibatkan oleh perubahan nada, irama, dan tekanan. Kalimat berita ia makan. Makna berubah jika intonasi kalimat diubah, misalnya: ia makan? Ia makan! Ia maakaaaan. Perubahan kalimat tersebut disebabkan oleh perubahan intonasi.
Paman teman saya belum menikah.
Paman, teman saya belum menikah.
Paman, teman, saya belum menikah.
Paman, teman, saya, belum menikah.
b.      Perubahan struktur frasa
Kaleng susu (kaleng bekas tempat susu) susu kaleng (susu yang dikemas dalam kaleng), dokter anak (dokter specialis penyakit anak) anak dokter (anak yang dilahirkan oleh orang tua yang menjadi dokter)
c.       Perubahan bentuk kata
adalah perubahan makna yang ditimbulkan oleh perubahan bentuk.
Tua (tidak muda) jika ditambah awalah ke- menjadi ketua, makna berubah menjadi pemimpin;sayang (cinta) berbeda dengan penyayang (orang yang mencintai) memukul (orang yang memukul) berbeda dengan dipukul (orang yang dikenai pukulan).
d.      Kalimat akan berubah makna jika strukturnya berubah. Perhatikan kalimat berikut ini:
v  Ibu rina menyerahkan laporan itu lantas dibacanya
v  Karena sudah diketahui sebelumnya, satpam segera dapat meringkus pencuri itu.
Kalimat pertama: salah satu bentuk kata sehingga menghasilkan makna ibu Ratna dibaca setelah menyerahkan surat. (aneh bukan?) kesalahan terjadi pada kesejajaran bentuk kata menyerahkan dan diserahkan, seharusnya menyerahkan dibentuk pasif menjadi diserahkan.
·         setelah diserahkan oleh Ibu Rina laporan itu dibaca oleh penerimanya.
·         setelah diserahkan oleh ibu Rina laporan iu ia baca.
Kalimat kedua, salah kesejajaran bentuk kata diketahui seharusnya mengetahui.
·         karena sudah mengeahui sebelumnya, satpam segera dapat meringkus pencuri itu.
·         Pencuri itu segera diringkus oleh satpam karena sudah diketahui sebelumnya.
2)   Kesejarahan
     Kata perempuan pada zaman penjajahan Jepang digunakan untuk menyebut perempuan penghibur. Orang menggantinya dengan kata wanita. Kini, setelah orang melupakan peristiwa tersebut menggunakannya kembali dengan pertimbangan, kata perempuan lebih mulia dari kata wanita.
     Perhatikan penggunaan kata bercetak miring pada masa lalu dan bandingkan dengan pemakaian kata pada masa sekarang.
Prestasi orang itu berbobot. (Sekarang berkualitas).
Prestasi kerjanya mengagumkan. (sekarang kinerja).
Ia karyawan yang pintar (sekarang cerdas).
Ia pantas menjadi teladan karena konduite kerjanya sangat tinggi. (sskarang layak).
3)   Kesosialan
     Masalah sosial berpengaruh terhadap perubahan makna. Kata gerombolan yang pada mulanya bermakna orang berkumpul atau kerumun. Kemudiaan, kata itu tidak digunakan karena berkonotasi dengan pemberontak, perampok, dan sebagainya. Sebelum tahun 1945 orang dapat berkata, gerombolan laki-laki menuju pasar, setelah tahun 1945, apalagi dengan munculnya pemberontak, kata gerombolan tidak digunakan bahkan ditakuti.
Perhatikan kata-kata berikut:
Petani kaya disebut petani berdasi
Militer disebut baju hijau
Guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa
4)   Kejiwaan
     Perubahan makna karena kejiwaan ditimbulkan oleh pertimbangan:
·    Rasa takut
·    Kehalusan ekspresi, dan
·    Kesopanan.
     Misalnya, pada masa orde baru, orang takut (khawatir) banyak utang (komersial) merupakan kinerja buruk bagi pemerintah, kata tersebut diganti dengan bantuan atau pinjaman. Padahal, utang (komersial) dan bantuan berbeda makna. Utang harus dikembangbalikan bersama bunganya, sedangkan bantuan tidak menuntut pengembalian. Demikian pula kata dirumahkan untuk mengganti dipecat. Kata korupsi diganti dengan diamankan, dan sebagainya. Pemakaian kata tersebut dimaksudkan orang untuk tidak menimbulkan masalah kejiwaan, misalnya: menderita, tidak takut, atau tidak menentang secara psikologis.
Perhatikan contoh berikut ini:
·    Tabu:
Pelacur disebut tunasusila atau penjaja seks komersial (PSK)
Germo disebut hidung belang
Koruptor disebut penyalahgunaan jabatan
·    Kehalusan (pleonasme)
Bodoh disebut kurang pandai
Malas disebut kurang rajin
Perampok hutan disebut penjarah hutan
·    Kesopanan
Ke kamar mandi disebut ke belakang
Gagal disebut kurang berhasil
Sangat baik disebut tidak buruk
5)   Bahasa Asing
Perubahan makna karena faktor bahasa asing misalnya kata tempat orang terhormat diganti dengan VIP. Kata symposium pada mulanya bermakna orang yang minum-minum di restoran dan kadang-kadang ada acara dansa yang diselingi dengan diskusi. Dewasa ini kata symposium sudah lebih dititikberatkan pada acara diskusi yang membahas berbagai masalah dalam bidang ilmu tertentu. Perhatikan contoh berikut ini:
Jalur khusus bus disebut busway
Kereta api satu rel disebut monorel
Penuh warna, kalerful dari kata colourfull

6)   Kata Baru
Kreativitas pemakai bahasa berkembang terus sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan tersebut memerlukan bahasa sebagai alat ekspresi dan komunikasi. Kreatifitas baru dihadapkan pada kelangkaan makna leksikal, yang mendasari bentuk inflesi suatu kata, atau istilah baru yang mendukung pemikirannya. Kebutuhan tersebut mendorong untuk menciptakan istilah baru bagi konsep baru yang ditemukannya. Misalnya: chip, microfiword, server, download, cd, dvd, chetting, infokus, website, megapixel, vendor, hackerflash disk, dan sebagainya. Dalam bahasa Indonesia terdapat kata-kata asing yang diindonsiakan, ada yang dipertahankan keasingannya karena keinternasionalannya, dan ada kata asing yang cukup dengan penyesuaian ejaannya.
Perhatikan penggunaan kata: jaringan, justifikasi, kinerja, klarifikasi, konfirmasi, vasektomi, dan verifikasi berikut ini.
Jaringan kerja (jejaring) untuk menggantikan network
Justifikasi untuk menggantikan pembenaran
Kinerja menggantikan performance
Klarifikasi untuk menggantikan clarification
Konfirmasi untuk menggantikan confirmation
Vasektomi menggantikan operasi untuk memandulkan kaum pria dengan cara memotong saluran sperma atau saluran mani di bawah buah jakar sampai ke kantong sperma (pengertian ini terlalu panjang dan dapat menimbulkan masalah kejiwaan, penggunaan vasektomi lebih baik dari pada terjemahan dalam bahasa indonesianya). Verifikasi pemeriksaan kebenaran laporan. (Widjono, 2007: 101-105)
Adapun macam-macam Perubahan Makna, yakni sebagai berikut:
a. Menyempit/spesialisasi
Kata yang tergolong kedalam perubahan makna ini adalah kata yang pada awal penggunaannya bisa dipakai untuk berbagai hal umum, tetapi penggunaannya saat ini hanya terbatas untuk satu keadaan saja.
Contoh :
Sastra dulu dipakai untuk pengertian tulisan dalma arti luas atau umum, sedangkan sekarang hanya dimaknakan dengan tulisan yang berbau seni. Begitu pula kata sarjana (dulu orang yang pandai, berilmu tinggi, sekarang bermakna “Lulusan perguruan tinggi”).
b. Meluas/generalisasi
Penggunaan kata ini berkebalikan dengan pengertian menyempit.
Contoh :
Petani dulu dipakai untuk seseorang yang bekerja dan menggantungkan hidupnya dari mengerjakan sawah, tetapi sekarang kata tersebut dipakai untuk keadaan yang lebih luas. Penggunaan pengertian petani ikan, petani tambak, petani lele merupakan bukti bahwa kata petani meluas penggunaannya.
c. Amelioratif
Pada awalnya, kata ini memiliki makna kurang baik, kurang positif, tidak menguntungkan, akan tetapi, pada akhirnya mengandung pengertian makna yang baik, positif, dan menguntungkan.
Contoh :
Wanita, pramunikmat, dan warakawuri merupakan kata-kata yang dipakai untuk lebih menghaluskan, menyopankan pengertian yang terkandung dalam kata-kata tersebut.
d. Peyoratif
Makna kata sekarang mengalami penurunan nilai rasa kata daripada makna kata pada awal pemakaiannya.
Contoh :
Kawin, gerombolan, oknum, dan perempuan terasa memiliki konotasi menurun atau negatif.
e. Asosiasi
Yang tegolong kedalam perubahan makna ini adalah kata-kata dengan makna-makna yang muncul karena persamaan sifat. Sering kita mendengar kalimat “hati-hati dengan tukang catut itu.”
Tukang catut dalam kalimat diatas tergolong kata-kata dengan makna asosiatif. Begitu pula dengan kata kacamata dalam : menurut kacamata saya, perbuatan anda tidak benar
f. Sinestesia
Perubahan makna terjadi karena pertukaran tanggapan antara dua indera, misalnya dari indera pengecap ke indera penglihatan.
Contoh:
Gadis itu berwajah manis. Kata manis mengandung makna enak, biasanya dirasakan oleh alat pengecap, berubah menjadi bagus, dirasakan oleh indera penglihatan. Demikian juga kata panas, kasar, sejuk, dan sebagainya.
E.   Relasi Makna Kata
Kata yang kita susun dalam sebuah kalimat hingga terbentuknya sebuah wacana kita gunakan untuk mennyampaikan amanat atau pesan kepada lawan bicara kita. Agar amanat yang kita sampaikan itu dapat di terima dengan baik, persis seperti yang kita inginkan, maka kata-kata yang kita gunakan harus kita pilih sebaik-baiknya, sesuai dengan konsep amanat yang kita sampaikan. Secara umum dibedakan adanya dua macam kata, yaitu:
·         Kata-kata yang mengandung makna, konsep, atau pengertian.
·         Kata-kata yang tidak mengandung makna, melainkan hannya memiliki fungsi gramatikal.
Kata-kata yang termasuk golongan pertama jumlahnya relatif banyak; mempunyai kemungkinan untuk bertambah terus sesuai dengan perkembangan kebudayaan dan masyarakat. Ke dalam golongan pertama ini termasuk kata benda, kata kerja, dan kata sifat.
Kata-kata yang termasuk golongan kedua jumlahnya relatif terbatas; tidak atau kecil kemungkinan untuk bertambah lagi. Ke dalam golongan ke dua ini termasuk kata-kata yang biasa disebut kata penghubung, kata depan, kata sandang, dan kata keterangan. (Chaer, 2006:382)
Di dalam Sintaksis, banyak ditemukan suatu kata yang memiliki hubungan atau relasi semantik dengan kata lain, seperti kesamaan makna, lawan kata, kegandaan kata, ketercakupan makna, kelainan makna, dan sebagainya. Di bawah ini akan dijelaskan macam-macam relasi makna tersebut.
1.    Sinonim
Secara etimologi kata sinonimi berasal dari bahasa Yunani kuno , yaitu onoma  yang berarti “Nama”, dan syn  yang berarti “Dengan”. Maka secara harfiah kata sinonim berarti “Nama lain untuk benda atau hal yang sama” (Chaer, 1990:85). Sinonim atau bisa disebut kegandaan makna dapat diartikan sebagai dua kata atau lebih yang memiliki makna yang sama atau hampir sama. Dikatakan hampir sama karena meskipun dua kata tersebut sama, kata tersebut tidak dapat atau kurag tepat bila menggantikan kata yang lain dalam sebuah kalimat. Contohnya seperti di bawah ini :
Tikus itu mati diterkam kucing.
Tikus itu meninggal diterkam kucing.
Dalam dua kalimat di atas, kita dapat menemukan dua kata yang bersinonim, yaitu mati dan meninggal. Namun kata “Meninggal” pada kalimat kedua tidak dapat menggantikan kata “Mati” pada kalimat pertama. Hal ini karena kata “Mati” dapat digunakan pada semua makhluk hidup seperti manusia, hewan, dan tumbuhan, sedangkan kata “Meninggal” hanya digunakan pada manusia.
Sedangkan menurut widjono (2007), sinonim merupakan persamaan makna kata. Artinya, dua kata atau lebih yang berbeda bentuk, ejaan, dan pengucapannya, tetapi bermakna sama. Misalnya, wanita bersinonim dengan perempuan, makna sama tetapi berbeda tulisan maupun pengucapannya. Dalam kalimat kedua kata tersebut dapat dipertukarkan. Tradisi di daerah itu memasak dikerjakan oleh perempuan. Kata perempuan dapat diganti dengan wanita.
Perhatikan contoh kata-kata bersinonim dan hampir bersinonim berikut ini. Cermatilah, dapatkah kata-kata tersebut dipertukarkan penggunaannya dalam sebuah kalimat? Jika tidak, kata-kata tersebut tidak bersinonim sepenuhnya.
·         Hamil, bunting
·         Hasil, produksi, prestasi, keluaran
·         Kecil, mikro, minor, mungil
·         Korupsi, mencuri
·         Strategi, teknik, taktik, siasat, kebijakan
·         Terminal, halte, perhentian, stasiun, pangkalan, pos.
Jadi, kesinoniman mutlak jarang di temukan dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia. Ketidakmungkinan menukar sebuah kata dengan kata lain yang bersinonim atau hampir bersinonim di sebabkan oleh berbagai alasan: waktu, tempat, kesopanan, suasana batin, dan nuansa makna. Perhatikan contoh berikut:
·         Kegiatan, misalnya:aman-tenteram, matahari-surya.
·         Kesopanan, misalnya: saya, aku.
·         Nuansa makna, misalnya: melihat, melirik, melotot, meninjau, mengintip; penginapan, hotel, motel, losmen; mantan, bekas
·         Tempat atau daerah, misalnya kata: saya, beta.
·         Waktu, misalnya, pasar hampir bersinonim dengan konsumen atau pelanggan.  Pasar pada masa lalu berarti tempat orang berjual beli. Sedangkan, pasar pada situasi masa sekarang, mengalami perluasan bukan hanya tempat berjual beli, tetapi juga berarti pemakai produk, konsumen, atau pelanggan.
Dua kata bersinonim atau hampir bersinonim tidak digunakan dalam sebuah frasa. Misalnya: adalah merupakan, agar supaya, bagi untuk, adalah yaitu, yth. kepada. Dalam sebuah kalimat, penggunaan kata tersebut, misalnya:
·         Kucing adalah merupakan binatang buas. (salah)
·         Kepada Yth. Bapak nurhadi (salah)
·         Ia bekerja keras agar supaya sukses. (salah)

Penggunaan kata bersinonim dalam sebuah frasa tersebut salah, seharusnya:
·         a. Kucing adalah binatang buas. (benar)
b. Kucing merupakan binatang buas. (benar)
·         a. Kepada Bapak Nurhadi. (benar)
b. Yth. Bapak Nurhadi. (benar)
·         a. Bagi saya, pendapat itu salah. (benar)
b. Untuk saya, pendapat itu salah. (benar)
2. Antonim
Kata antonimi berasal dari kata Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti “Nama”, dan anti yang berarti “Melawan”. Maka secara harfiah antonim berarti ‘nama lain untuk benda lain pula’(Chaer, 1990:85). Kata antonim atau sering disebut lawan kata dapat diartikan sebagai dua kata yang memiliki makna yang berlawanan atau bertentangan. Misalnya,  hidup-mati, diam-gerak dan sebagainya.
Menurut Chaer (2007:390), ada juga kata-kata berantonim, yang susungguhnya tidak menyatakan “perlawanan”, malah menyatakan “adanya yang satu karena adanya yang lain”. Seperti kata menjual dan kata membeli. Jika tidak ada membeli tentu tidak ada menjual. Begitu juga sebaliknya.
Contoh lain, kata suami dan kata istri, yang sering disebut berantonim. Kata suami ada karena adanya kata isteri. Jadi, kata-kata seperti menjual dan membeli atau suami dan isteri sesungguhnya tidak menyatakan ‘lawan’, melainkan menyatakan ‘saling melengkapi’.
Perhatikan pasangan kata-kata berikut ini, yang sering dianggap berantonim, lalu periksa apakah keantonimannya bersifat mutlak, bersifat relatif, atau berifat saling melengkapi. Kemudian gunakanlah dalam kalimat!
·         guru  x  murid
·         banyak  x  sedikit
·         gelap  x  terang
·         lautan  x  daratan
·         berkumpul  x  bubar
Akhirnya satu hal lagi yang perlu dicatat berkenaan dengan soal antonomi ini adalah: hendaknya berhati-hati dalam memilih “lawan” sebuah kata. Jangan sampai, misalnya, dalam mengatakan kata merah berantonim dengan kata putih, sebab sesuatu yang tidak merah atau bukan merah belum tentu sama dengan putih. Ada kemungkinan hijau, biru, atau kuning.
3.    Homonim, homofon, homograf
Kata homonimi  berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang berarti “Nama” dan homo yang artinya “Sama”. Secara harfiah homonimi dapat diartikan sebagai “Nama sama untuk benda atau hal lain” (Chaer, 1990:85). Homonim adalah dua kata atau lebih yang memiliki ejaan  dan lafal yang sama namun memiliki makna yang berbeda. Misalnya, kata “Bisa” dapat diartikan dua makna, yakni “Bisa” yang berarti “Dapat” dan “Bisa” yang berarti “Racun”. Homonim dapat diartikan sama nama, sama bunyi, sebunyi, tetapi berbeda makna.
Contoh;
·         syah = raja
syah = kepada (pemimpin)
·         buku = ruas
buku = kitab
·         bandar = pelabuhan
bandar = parit
bandar = pemegang uang dalam perjudian
Homofon (homo berarti sama, fon berarti bunyi ) adalah dua kata atau lebih yang memiliki lafal yang sama walaupun ejaan dan maknanya berbeda. Misalnya, kata “Bang” dan “Bank”. Contohnya kata bank (tempat menyimpan/mengutang uang), bang (berarti sebuah kakak laki-laki).
Homograf (homo berarti sama, grafi berarti tulisan) adalah dua kata atau lebih yang memiliki ejaan yang sama namun memiliki lafal dan makna yang berbeda. Misalnya, “Tahu” (baca “Tahu”)  bermakna salah satu produk makanan yang berasal dari kedelai, sedangkan kata “Tahu” (baca “Tau”) bermakna mengetahui.
Contoh:
·         Ia makan apel (buah) sesudah apel (upacara) di lapangan.
·         Pejabat teras (pejabat utama) itu duduk santai di teras (lantai depan rumah) sambil membaca berita di koran tentang pertanian di daerah teras.
·         Polisi serang (mendatangi untuk mnyerang) penjahat di kabupaten Serang (nama tempat).
4.    Hiponim dan hipernim
Kata hiponimi berasal dari bahasa Yunani kuno , yaitu  onoma berarti “Nama” dan hypo berarti “Di bawah”. Jadi, secara harfiah berarti “Nama yang termasuk di bawah nama lain” (Chaer, 1990:85). Hipomimi dan hipermimi berhubungan satu sama lain, hipomimi merujuk pada kata yang lebih khusus yang merupakan subordinat dari hipermimi. Misalnya, kata “Tongkol” dan “Ikan”, kata “Tongkol” merupakan hiponim dari kata “Ikan” sedangkan kata “Ikan” merupakan hipernim dari kata “Tongkol”. Contoh lain kata burung maknanya melingkupi makna kata-kata seperti merpati,kepodang, tekukur, perkutut, cucakrawa, dan murai. Dengan kata lain yang disebut burung bukan hanya merpati saja atau tekukur saja, tetapi trmasuk juga perkutut, murai, kepodang,dll.
Kata-kata yang berhipermini ini karena maknanya melingkupi makna sejumlah kata-kata lain, maka seringkali menjadi bersifat umum. Padahal dalam berbahasa kita harus cermat menggunakan kata dengan maknanya yang tepat. Karena itu, kalau misalnya kita hendak mengatakan “ingin membeli sepeda” maka sebaiknya katakanlah sepeda, jangan kendaraan, yang menjadi hiperniminya. (chaer, 2006:387)
5.    Polisemi
Polisemi adalah satuan bahasa (bisa kata atau frase) yang memiliki makna  lebih dari satu. Misalnya pada kalimat di bawah ini :
Kepalaku sakit sejak kemarin.
Kepala sekolah menemui para murid di kelas
Kata “Kepala” yang pertama bermakna bagian tubuh yang berada di atas leher sedangkan kata “Kepala” yang kedua bermakna pemimpin.
F.     Jenis-jenis Makna Kata
Makna di dalam sastra Bahasa Indonesia ditentukan dalam beberapa kriteria atau jenis dan juga sudut pandang. Jenis makna dalam Bahasa Indonesia sangat banyak diantaranya: Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya.
1.     Makna Lesikal dan Makna Gramatikal
Leksikal merupakan bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon.  Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Dengan kata lain makna lesikal adalah makna unsur-unsur bahasa (leksem) sebagai lambang benda, peristiwa, obyek, dan lain-lain. Seperti kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus.
Biasanya makna leksikal dipertentangkan dengan makna gramatikal. Jika makna leksikal berkenaan dengan makna leksem, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan makna “Dapat”, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal “Tidak sengaja”.
2.    Makna Referensial dan Makna Nonreferensial
Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata meja termasuk kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut “Meja”. Sebaliknya kata karena tidak mempunyai referen, jadi kata karena termasuk kata yang bermakna nonreferensial.
3.    Makna Denotatif dan Konotatif
Menurut Widjono (2007;105), makna denotasi dan konotasi dibedakan berdasarkan atas ada atau tidaknya nilai rasa. Kata denotasi lebih menekankan tidak adanya nilai rasa, sedangkan konotasi bernilai rasa kias.
Makna denotatif atau konseptual adalah makna kata yang didasarkan atas penunjukkan yang langsung (lugas) pada suatu hal atau obyek di luar bahasa. Makna langsung atau makna lugas bersifat obyektif, karena langsung menunjuk obyeknya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai ’makna sebenarnya. Seperti dalam  kata perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu “Manusia dewasa bukan laki-laki”.
Makna konotatif merupakan lawan dari makna denotatif. Jika makna denotatif mencakup arti kata yang sebenarnya, maka makna konotatif sebaliknya, yang juga disebut sebagai makna kiasan. Lebih lanjut, makna konotasi dapat dijabarkan sebagai makna yang diberikan pada kata atau kelompok kata sebagai perbandingan agar apa yang dimaksudkan menjadi jelas dan menarik. Seperti dalam kalimat “Rumah itu dilalap si jago merah”. Kata “Si jago merah” dalam kalimat tersebut bukanlah arti yang sebenarnya, melainkan kata kiasan yang bermakna “Kebakaran”. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti “Cerewet”, tetapi sekarang konotasinya positif.
4.    Makna Kata dan Makna Istilah
Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari contoh berikut
(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.
(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.
Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.
5.    Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Jadi makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.
6.    Makna Idiomitikal dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ”Diramalkan” dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Contoh dari idiom adalah bentuk membanting tulang dengan makna “Bekerja keras”, meja hijau dengan makna “Pengadilan”. Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya ”Asosiasi” antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Umpamanya peribahasa Seperti anjing dengan kucing yang bermakna “Dikatakan ihwal dua orang yang tidak pernah akur”. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersama memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.
7.     Makna Kias
       Dalam kehidupan sehari-hari penggunaan kata yang tepat sangat diharapkan. Seperti  penggunaan kata  kias digunakan sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, atau kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk seperti puteri malam dalam arti “Bulan”, raja siang dalam arti “Matahari”.
           



BAB 3
PENUTUP
A.       Kesimpulan
Di dalam ilmu bahasa yang  terlebih khususnya lagi dalam mata kuliah Sintaksis, makna kata serta pilihan kata (diksi) sangat penting dipelajari. Konsep pembelajarannyapun bukan hanya diperuntukan dalam bidang pendidikan saja, melainkan hampir semua konteks kehidupan manusia pada umumnya. Apabila kita salah memilih kata untuk maksud tertentu,  bisa saja kesalahpahaman terjadi bahkan berujung pada konflik. Dalam makalah ini sudah sangat jelas pemaparan tentang relasi diksi dengan makna kata. Dimana, makna-makna yang ada tidak terluput dari pilihan kata, sehingga kata-kata itupun dapat membentuk sebuah kalimat yang baik dan efektif dalam suatu proses komunikasi yang baik pula.
Diksi merupakan ketepatan dalam memilih kata. Penggunaan ketepatan pemilihan kata ini dikarenakan adanya wawasan bahasa yang baik sehingga mampu mengoptimalkan pesan yang disampaikan dalam sebuah komunikasi formal maupun non formal. Dalam makna kata, dipelajari pengertian makna kata, relasi makna kata, jenis makna kata dan perubahan makna kata. Ada beberapa kata yang memiliki makna yang berhubungan atau memiliki relasi apabila pilihan katanya sesuai, seperti sinonim, antonim, dan lain sebagainya. Ada pula satu kata yang makna dulunya berbeda dari makna sekarang, seperti spesialisasi, ameliorasi dan lain sebagainya.
Selain ketepatan pilihan kata, pengguna bahasa atau penutur harus pula memperhatikan kesesuaian kata agar tidak merusak makna, suasana dan situasi yang hendak ditimbulkan, atau suasana yang sedang berlangsung.

B.   Saran
Kehidupan kita tidak terluput dari interaksi dan hubungan sosial yang melibatkan bahasa  sebagai alat komunikasi. Dalam bahasa kita mengenal berbagai kosa kata yang pada akhirnya dirangkai menjadi sebuah kalimat yang bermakna. Untuk itu, kita diharapkan mendalami ilmu bahasa sehingga apa yang kita komunikasikan kepada siapa pun dapat diterima pula maknanya seperti yang kita harapkan.
Oleh karena itu, mulailah memperkaya wawasan dan kosa kata kita dengan memperbanyak membaca dan berdiskusi sehingga kita mampu menguasai konsep dalam bahasa indonesia seperti berbicara, mendengar, menulis, menyimak, serta mampu menangkap makna komunikasi dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA
Widjono. 2007. Bahasa Indoneia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indoneia. Jakarta: Rineka Cipta.
                     . 1990. Pengantar Semantik bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Keraf, Gorys. 1991. Tata Bahasa Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Atas. Flores: Nusa Indah


2 komentar:

  1. terimakasih kak, materinya sangat bermanfaat.
    saya juga punya ulasan mengenai Makalah diksi atau pemilihan kata di blog saya tugaskuliah15 siapa tahu dapat bermanfaat. terimakasih

    BalasHapus
  2. Emperor Casino Review by Shootercasino
    Review by Shootercasino. หารายได้เสริม Bonus: $1000 Welcome Bonus. Play Online Slots, Live Dealer Games, Slots, Table Games. Rating: 8/10 · ‎Review 제왕카지노 by Shootercasino septcasino

    BalasHapus